Bahagiakah?

Bahagiakah?
Minggu, 03/04/2011 07:19 WIB | email | print

Oleh Dinar Zul Akbar

Ada yang bilang kebahagiaan itu dari berasal dari hati. Ada juga yang berpendapat bahwa bahagia itu dapat dibeli. Atau bahkan ada juga yang bilang bahwa bahagia itu hanya untuk dirasakan bukan untuk dikonsep. Ah makin bingung saja saya mengenai BAHAGIA itu.

Apakah bahagia itu? Apakah di saat kita bergelimangan harta sedangkan orang lain kesusahan? Apakah di saat kita sehat sedangkan yang lain sakit tak berkesudahan?Apakah di saat kita berhasil sementara orang lain berkesulitan?

Beberapa waktu lalu ada salah seorang saudara saya, yang menyatakan bahwa ia bahagia ketika berhasil lulus SNMPTN dan masuk keperguruan tinggi yang ia cita-citakan. Dalam hati saya berpikir, apakah ini kebahagiaan itu? Ketika kita lulus ujian, seperti halnya kita SD ikut General Test kemudian masuk SMP pilihan kita. Kemudian SMP hingga SMA, dan sampai ke jenjang perguruan tinggi. Atau mungkin lulus ketika test mencari pekerjaan nanti. Lantas bagaimana dengan proses setelah test itu kita lewati?

Apakah kita selalu bahagia ketika kita berada di jenjang SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi, hingga dunia kerja nanti? Akan tetapi sepertinya kenyataan tidak menunjukkan seperti itu.

Sekali lagi, apakah ini bahagia itu? Kebahagiaan yang sesaat (atau mungkin sesat kali ya) temporer, seperti halnya kita minum dan makan, ketika kita haus dan lapar lalu berulang dan terus berulang lagi.

Ada sebuah istilah di dalam dunia perfilman yaitu Happy Ending (Akhir Yang Bahagia). Tetapi sekali lagi, entah mengapa saya sedikit tergelitik mendengar istilah tersebut. Apakah bahagia itu selalu datangnya di saat-saat terakhir? Dalam hati apakah bahagia itu seperti pahlawan-pahlawan di dalam film Action Heroes? Yang mereka selalu datang terlambat! Kalau seperti itu, bisa jadi kita bahagia nanti pada saat kita sudah menjadi kakek atau nenek (Kalau umur kita panjang tentunya). Lantas bagaimana kita menikmati kebahagiaan itu. Kalau ternyata umur kita tinggal sedikit lagi untuk menikmati hal tersebut.

Ada juga istilah senang. Entah apakah sama antara senang dan bahagia itu? Kalau kita perhatikan ucapan dalam sebuah pesta pernikahan. Hampir rata-rata tertulis dikartu ucapan tersebut adalah sebuah kalimat SELAMAT BERBAHAGIA. Coba kita ganti dengan istilah senang, menjadi SELAMAT BERSENANG-SENANG. Mungkin anda akan tertawa sedikit atau minimal tersenyum manis membaca ucapan tersebut. Walaupun tidak ada yang salah dengan ucapan tersebut. Karena memang sepasang pengantin tersebut mereka akan “Bersenang-senang”.

Seketika saya ingat sebuah ucapan dari seorang filsuf atau sufi Imam Al Ghazali, mengenai kebahagiaan. Beliau mengatakan bahwa Bahagia itu ketika kita sudah ditingkat Ma’rifatullah (Mengenal Allah). Seperti halnya perasaan seorang rakyat kecil yang berkenalan dengan pejabat kelurahan, maka ia akan bertambah rasa bahagianya ketika ia berkenalan dengan camat, walikota, gubernur, bahkan presiden atau jabatan-jabatan yang dianggap tinggi. Maka bagaimana tidak bahagianya kita jika kita sudah dapat mengenal Raja dari Segala Raja di dunia ini yakni Allah SWT.

Ketika kita telah melewati tahap Syariah, Thoriqoh, dan Haqiqoh hingga Ma’rifah. Maka kita akan menerima segala sesuatu yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan lapang dada. Karena memang hidup ini permasalahan (penuh ujian) yang tidak akan pernah berhenti. Dalam melaksanakan konsep bahagia ini, memang agak sulit untuk direalisasikan. Karena memang PERJUANGAN (dalam mencapai kebahagiaan) adalah PELAKSANAAN KATA-KATA (WS Rendra).

Walau ditimpa berbagai macam parahnya ujian kehidupan ini. Jikalau kita mengenal Allah maka kita akan merasa bahwa kita akan mendapati kebahagiaan itu. Karena kita qonaah (baca: menerima) terhadap segala iradah Allah SWT. Seperti halnya banyak kita jumpai orang yang miskin secara ekonomi di pelosok-pelosok desa akan tetapi hidup mereka bahagia, karena mereka memang menerima dan tidak mengeluh dengan keadaan mereka. Berbeda dengan manusia-manusia rakus yang bergelimangan harta karna menipu rakyat, yang bisa membeli segala sesuatu dengan uangnya, hidup mereka pun tidak-lah se-bahagia yang orang lain bayangkan.

Inilah ciri unik dari orang-orang beriman apabila ia ditimpa ujian maka ia bersabar, dan apabila diberi nikmat maka ia akan bersyukur. Dan inilah juga yang merupakan ciri utama dari orang-orang yang telah mengenal Allah SWT dalam hidupnya.

Sungguh di dalam hati saya pun, berat rasanya mencapai kebahagiaan itu. Mungkin sedikit tulisan ini agar dapat bermanfaat dan memacu saya untuk dapat meraih rasa bahagia tersebut. Maka sekarang mungkin saya akan sedikit mencoba bertanya kepada anda sekalian. APAKAH ANDA BAHAGIA?

Filed under: – – – dari eramuslim.com | Komentar Dimatikan
Nasihat Kematian dari Ulama Hadits, Al-A’masy
Posted on April 15, 2011 by Situs islam: http://www.alsofwah.or.id , http://www.muslim.or.id , http://www.almanhaj.or.id , http://www.google.com , http://www.yahoo.com

Nasihat Kematian dari Ulama Hadits, Al-A’masy
Kamis, 14/04/2011 15:40 WIB | email | print

Pakaiannya terlihat begitu sederhana, bahkan teramat sederhana. Ketika seorang tabi’in ini menghadiri sebuah majelis, ulama atau pejabat, penampilan tokoh ini menjadi begitu mencolok karena lain dari yang lain.

Dialah Sulaiman bin Mihran Al-A’masy. Sosok unik beliaulah yang pernah membuat bingung seorang peserta majelis ahli fikih yang tengah berkumpul di Kufah. Apalagi kalau bukan penampilannya yang begitu teramat sederhana.

Salah seorang peserta itu mengatakan kepada seorang panitia saat melihat kedatangannya menyertakan Al-A’masy yang tampak aneh, “Wahai Ibnu Abi Laila, kamu menghadiri majelis ahli fikih dan membawa orang seperti ini (berpakaian seperti gembel)?” Yang ditanya menjawab, “Inilah tuan (guru) kita, Al-A’masy!”

Kejadian seperti ini bukan yang pertama dan terakhir. Teramat sering para tokoh ulama atau pejabat yang agak ‘terhinakan’ karena salah menilai penampilan pakar hadits yang menguasai tidak kurang dari empat ribu hadits ini. Guru dari Ibnu Mubarak ini seperti merasa tak perlu ‘memegang’ dunia walaupun hanya di ujung jarinya.

Orang-orang di sekitar Al-A’masy juga dibuat takjub kalau melihat bagaimana ulama kelahiran 61 Hijriyah ini beribadah. Seorang dari mereka menyaksikan kalau selama hampir tujuh puluh tahun, Al-A’masy tidak pernah tertinggal dalam takbiratul ihram rakaat pertama dalam shalat berjamaah di awal waktu, dan pada shaf terdepan.

Begitu pun dalam hal wudhu. Hampir tak pernah dalam kondisi terjaga, Al-A’masy melupakan wudhu. Bahkan, kalau ia tiba-tiba terbangun dari tidur dan tidak sempat mengambil air, ia selalu bertayamum. Seseorang bertanya, kenapa hal itu ia lakukan. Al-A’masy menjawab, “Aku hanya takut meninggal dunia dalam keadaan tidak suci.”

Guru dari ulama Fudhail bin Iyadh ini pernah mengungkapkan bagaimana kerinduannya dengan yang bernama kematian. “Kalau saja kematian bisa aku temukan, maka aku akan menghampirinya. Dan kalau saja ada yang menjual kematian, niscaya akan aku beli.”

Seorang muridnya pernah bertanya tentang firman Allah swt. surah Al-An’am ayat 129 yang artinya, “Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.”

Tentang ayat ini Al-A’masy mengatakan, “Jika orang-orang telah rusak, maka mereka dipimpin oleh kejahatan mereka.”

Ulama kelahiran Thabaristan ini meninggal dunia di usia sekitar 87 tahun, pada bulan Rabiul Awal tahun 148 Hijriyah

Dari Jarir, dia berkata, “Setelah kematiannya, aku pernah melihat Al-A’masy dalam mimpi, lalu aku bertanya, ‘Wahai Abu Muhammad, bagaimana keadaanmu?’ Beliau mengatakan, ‘Kami selamat dengan pengampunan Allah swt. dan segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam.”
(muhammadnuh@eramuslim.com)/Min A’lam As-Salaf, Syaikh Ahmad Farid.

Filed under: – – – dari eramuslim.com |

About sesungguhnya pacaran dan musik itu haram hukumnya ( www.jauhilahmusik.wordpress.com , www.pacaranituharam.wordpress.com )

pops_intansay@yahoo.co.id
This entry was posted in artikel islam. Bookmark the permalink.

Leave a comment